Rehat.

Selamat malam. Ini bukan weekend, engga juga aku sedang gabut seperti biasanya kalo aku nulis. Isi kepala penuh sesak, sebenarnya pun aku tidak tau memulai dari mana dan akan menulis apa, mari random saja.

Ada hening yang sangat panjang di perasaanku. Setelah kisah paling luar biasa sekaligus terkeji dalam hidup aku, di Maret tahun 2015 seseorang itu bicara “sini menangis dibahuku” aku lakukan dan aku biarkan air mata paling jujur jatuh di pipiku malam itu. Pukul delapan malam, aku paham kenyataan, seketika tangisku berhenti, hatiku kelu perlahan mati suri. Aku gemetar sedikit tertawa penuh miris menertawakan aku sendiri, mendekat bibir ku ditelinga seseorang itu, ku bilang “aku tidak akan pernah memaafkanmu sampai matiku, dan demi Tuhan aku tidak pernah berbohong mencintaimu” sekuat-kuat aku berdiri, ku lihat punggung seseorang itu berlalu menjauh menghilang ditelan waktu, yah punggung yang bersamaku hampir empat tahun lalu aku tidak akan menjumpainya lagi.

Setahun, dua tahun, tiga tahun, di tahun ke empat waras ku aku kembalikan ke tempat nya. Pelan-pelan aku tuntun jiwa ku kembali ke raga nya. Sedikit lama bukan untuk aku kembali tersadar dan aku di rentang masa itu tidak bermaksud banyak menyakiti rasa yang tulus menghampiri dan aku sedikit lega mendapat maaf dari rasa-rasa yang aku tikam tak sengaja, sebuah doa dari ku selalu semoga kalian bertemu bahagia.


2019. Waktu berjalan cepat, aku membuang-buang waktu ku begitu banyak. Merasa sia-sia lalu aku hanya tertawa, menertawakan diri sendiri sedikit menjadi hobi HAHAHHA.

Pertengahan tahun lalu, tepatnya aku tidak tau di waktu apa aku mulai memasuki hidup dengan genre fantasi lalu menjatuhkan egoku hampir hatiku.

“Tak ada yang lebih menyakitkan dalam jatuh cinta kecuali kata hampir. Aku hampir merasa kau yang selama ini kucari, kau hampir membuatku berhenti berlari. Meski pada akhirnya..” –Brian Khrisna


Sore itu aku mendikte Tuhan, dalam sujud maghrib ku aku bicara dengan Tuhan berbahasa lewat air mata dipipi dan sesak di hati.

Aku berdialog dengan diriku sendiri, membuat kesepakatan dengan kenyataan, berbisik lirih dengan sisasisa percaya yang sebenarnya aku sudah tidak ingin percaya lagi hanya saja aku tidak ingin kehilangan iman. Berteriak sekeras keras dalam hati, siapa dengar? aku sendiri.
-------

Malam minggu, bertemu seseorang yang bisa jadi sedari lama saling tau tapi tidak pernah saling sapa, adik tingkat ku di kampus dulu. Tidak sengaja aku suka berbicara random dengan mu, suka di buat tertawa dan terima kasih merindu tawa ku.

Rabu malam, besok kamu pulang dan aku ditinggalkan di kota bising ini kembali sendirian. Kamu bertanya “sudah rindu?” aku tidak paham dan aku jawab saja “rindu siapa?” kamu menimpali “oh iya belum ditinggal” aku pikir tidak akan terjadi, di hari kamu bilang “aku sudah di sutta” selintas lirih aku bicara pada hujan siang itu “sudah rindu”.

“Apa itu perpisahan? Upacara menyambut hari-hari penuh rindu” –Pidi Baiq


Tidak apa-apa kamu jauh, tidak apa-apa kamu merasa kita jauh, kenyataan nya memang begitu kemudian tidak apa-apa jika Tuhan pun jauhkan kamu dan aku. Aku percaya saja pada Tuhan, sedikit marah.

Akhir-akhir ini aku senang berbohong,  tidak pandai. Berkali-kali aku katakan kepada aku, semua akan baik-baik saja tapi kenyataannya aku tidak baik-baik saja tapi aku baik-baik saja.

Rehat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer